30 November, 2009

Syeh Magelung Sakti

Syekh Magelung Sakti alias Syarif Syam alias Pangeran Soka alias Pangeran Karangkendal. Konon Syekh Magelung Sakti berasal dari negeri Syam (Syria), hingga kemudian dikenal sebagai Syarif Syam. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa ia berasal dari negeri Yaman.
Syarif Syam memiliki rambut yang sangat panjang, rambutnya sendiri panjangnya hingga menyentuh tanah, oleh karenanya ia lebih sering mengikat rambutnya (gelung). Sehingga kemudian ia lebih dikenal sebagai Syekh Magelung (Syekh dengan rambut yang tergelung).

23 September, 2009

MINAL AIDIN WAL FAIDZIN...

"..Wahai Yang Maha Pengampun-dosa,Wahai Yang Maha Penerima-tobat,Wahai Yang Mahabesar-KaruniaNya.Dengan Rahmat-Mu Ampunilah aku..Bulan penuh berkah & ampunan akan segera berlalu...hanya kesedihan yang dirasakan saat meninggalkannya.Masihkah kita mendapatkan di tahun depan? Taqabalallahu minna wa minkum Taqabalallahu ya karim..Mohon Maaf Lahir & Batin.."

07 September, 2009

TRADISI UNIK DI BULAN SUCI

Sebagai salah satu daerah yang penduduknya mayoritas beragam Islam, Cirebon punya tradisi unik yang hadir untuk membuat puasa dan Ramadhan semakin berkesan dan tak terlupakan. Salah satunya adalah seni yang bernama Obrok-obrok. Tradisi ini selalu muncul di bulan puasa, untuk membuat masyarakat Cirebon semakin bersemangat dalam menjalani sahur. Melibatkan musik dan tari-tarian, seni ini membuat waktu sahur menjadi ceria dan meriah, walau tanpa meninggalkan kesakralan ibadah yang harus dijalankan.

26 Agustus, 2009

Astaghfirullah

Bulan Ramadhan adalah bulan ampunan, bulan maghfirah. Kita dianjurkan memperbanyak istighfar sebagai permohonan ampunan kita. Bagaimana caranya kita beristighfar? Istighfar seperti apakah yang dibalas Tuhan dengan ampunan? Mari kita dengarkan petunjuk dari kota ilmu Rasulullah saw:

قال علي عليه السلام لقائل قال بحضرته "استغفر الله" : ثكلتك أمك
، ا تدري ما الاستغفار؟ إن الاستغفار درجة العليين. وهو إسم واقع على ستة معان: أولها الندم على ما مضى، والثاني العزم على ترك العود إليه أبداً، الثالث أن تؤدي إلى المخلوقين حقوقهم حتى تلقى الله أملس ليس عليك تابعة، والرابع أن تعمد إلى كل فريضة عليك ضيعتها فتؤدي حقها، والخامس أن تعمد إلى اللحم الذي نبت على السحت فتذيبه بالأحزان حتى تلصق الجلد بالعظم وينشأ بينهما لحم جديد. والسادس أن تذيق الجسم ألم الطاعة كما أذقتة حلاوة المعصية فعند ذلك تقول "استغفر الله"- نهج البلاغة، الحكم، 396

19 Agustus, 2009

Khutbah Nabi saw Menyambut bulan Suci Ramadhan

Wahai manusia! Sungguh telah datang kepada kalian bulan Allah dengan membawa berkah, rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya hari-hari yang utama, malam-malamnya malam-malam yang paling utama, dan saat-saatnya saat-saat yang paling utama.

Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Di bulan ini nafas-nafasmu dihitung sebagai tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah Tuhanmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membim-bingmu untuk melakukan puasa dan membaca kitab-Nya. Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini.

17 Agustus, 2009

Memaknai kisah Rumi : Orang Turki dan Penjahit Satin Kehidupan

Dalam dunia tasawuf, Jalaluddin Rumi banyak memberikan kisah-kisah yang menarik dan penuh makna. Rumi banyak mengajarkan kepada kita sebuah cerita yang berisi parodi atau sebuah sindiran yang sangat halus dan nasehat-nasehat yang patut untuk kita renungkan.

31 Juli, 2009

Jihad atau jahat

Sebulan yang lalu negeri tercinta kita diguncang bom di dua hotel mewah di Jakarta. Korbannya bukan tentara Israel atau agen Mosad atau pelaku kejahatan. Belum ada kepastian siapa pelakunya karena lakon utama masih belum ditemukan. Yang berkembang hanya hipotesa, dugaan dan jugdment. Parahnya media massa seakan hanya memberikan satu perspektif saja dan mengarahkannya pada JI (Jaringan Islam), sebuah nama organisasi yang sejauh ini belum cukup dipahami oleh masyarakat. Akibatnya, stigma negatif terhadap Islam makin kental. Sejurus dengan itu, analisis atau pendangan kiritis terhadap versi mainstream sangat mungkin dikategorikan sebagai keberpihakan terhadap frase seram "terorisme". Demikian DR Muhsin Labib, pengamat politik dan pakar Islam, mengawali tulisannya yang dimuat di Adilnews dalam menanggapi fenomena terakhir di nusantara.

26 Juli, 2009

Nur Muhammad

Hubungan yang ada antara nur Muhammad dan Allah SWT bersifat vertikal. Nur Muhammad berada pada sisi yang diciptakan, sementara Allah SWT berada pada sisi lain, yaitu sebagai Pencipta-nya.

Nur adalah cahaya. Sementara An-Nur adalah Sang Cahaya, salah satu Asmaul Husna, nama-nama Allah yang indah. Nur adalah cahaya ciptaan yang memancar dari Cahaya Allah. Nur Muhammad adalah cahaya Muhammad. Terkadang ia juga disebutkan sebagai Haqiqah Muhammadiyah, artinya sebuah realitas Muhammad atau realitas kemuhammadan yang diciptakan sebelum penciptaan alam. Nur Muhammad inilah yang pertama kali diciptakan Allah. Dan dari nur Muhammad inilah kemudian Allah Ta’ala menciptakan alam semesta dan isinya.
Hubungan yang ada antara nur Muhammad dan Allah SWT bersifat vertikal. Nur Muhammad berada pada sisi yang diciptakan, sementara Allah SWT berada pada sisi lain, yaitu sebagai Pencipta-nya.

23 Juli, 2009

Panji Macan Ali



Panji ini dibawa tentara Cirebon ketika menaklukan Sunda Kelapa pada 1527 M dibawah pimpinan Fadillah Khan.
1. Terdapat tulisan “bismillah” dalam panji tersebut dan ayat-ayat al-Quran untuk menunjukan keagungan Allah Swt.
2. Dua bintang yang mengandung 8 sisi, yang melambangkan Muhammad dan Fatimah.
3. Diantara “bismillah” dan dua bintang terdapat dua gambar singa kecil dan besar dan pedang bercabang dua yang melambangkan pedang Zulfikar milik Imam Ali.
4. Setelah Zulfikar terlihat singa besar, yaitulah Asadullah, alias singa Tuhan. Di dalam bahasa Indonesia singa Ali diterjemahkan dengan “macan Ali”.
5. Di dalam panji, ini tergambar lima orang manusia suci sebagai sumber petunjuk dan hidayah. Raja-raja Islam Jawa sangat menyakini hakikat nur Muhammad sehingga dalam setiap peperangan selalu mengharapkan keberkahan. Karena itu logo-logo Ahlulbait as selalu tampak dalam setiap Bendera raja-raja Cirebon.

Panji kebesaran Macan Ali ini dibawa saat menyerang sunda kelapa
Pasukan Demak yang dipimpin ulama kharismatik Tu Bagus Pasei atau Fadillah Khan (Fatahillah atau Faletehan) beserta Pasukan Cirebon yang terdiri dari Angkatan Laut Sarwajala dipimpin oleh pendekar Ki Ageng Bungko, Angkatan Darat Yudha Laga dipimpin oleh Pangeran Cirebon, dan pasukan khusus Singa Bharwang Jalalullah yang terdiri dari para pendekar harimau dipimpin oleh Adipati Cangkuang, serta sepasukan pendekar cadangan yang dipimpin oleh Adipati Keling, kemudian berangkat ke Sunda Kalapa dengan menaiki perahu Bantaleo dengan panji kebesaran kerajaan Cirebon Macan Ali, dan panji kerajaan Demak yang bergambar pedang menyilang bertuliskan kalimat syahadat dipimpin oleh Patih Yudhanagara.
Dan mereka meraih kemenangan dan berhasil mengusir pasukan portugis dari Sunda Kelapa.

21 Juli, 2009

Keraton

KERATON KASEPUHAN

Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506, beliau bersemayam di dalem Agung Pakungwati Cirebon.

Keraton Kasepuhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Dan sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Putri itu cantik rupawan berbudi luhur dan bertubuh kokoh serta dapat mendampingi suami, baik dalam bidang Islamiyah, pembina negara maupun sebagai pengayom yang menyayangi rakyatnya.

Ahkirnya beliau pada tahun 1549 wafat dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua, dari pengorbanan tersebut akhirnya nama beliau diabadikan dan dimulyakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.

13 Juli, 2009

Kisah pemungut daun

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

11 Juli, 2009

Sampiran

Disinilah dimakamkan ulama besar "Syekh Bayanullah" penyebar agama Islam di Caruban dan Kuningan yang dinyakini banyak orang di makamkan di desa Sampiran kecamatan Talun Kabupaten Cirebon


pohon tua saksi bisu



kuburan tua











bocah-bocah sekitar makam







rwawelas imam

10 Juli, 2009

Syekh Bayanullah

Seorang ulama besar dari Malaka
Didalam naskah P.Wangsakerta Syekh Bayanullah lahir di Hujung Mendini/Malaka. Sewaktu kecil ia bernama datuk Bayan ia putra dari seorang ulama yang bernama Syekh Datuk Ahmad yang bermukim di Malaka. Pemberian gelar Datuk leluhurnya (kakek syekh bayanullah) yaitu Syekh Datuk Isa berasal dari pemberian Sultan Pasai yaitu Sultan Zaenal Abidin Bahian Syah (1349-1406) dan kemudian dikukuhkan lagi oleh Sultan Malaka yaitu Sultan Megat Iskandar syah (1414-1424).
Ketika remaja Datuk Bayan pergi ketanah Arab untuk menimba ilmu agama kemudian menetap di Mekah sampai menjadi ulama besar disana dan mendapat gelar Syekh Bayanullah. Diceritakan didalam kitab Purwaka caruban Nagari bahwa ketika Pangeran Cakrabuana dan adiknya Nyimas Rarasantang ingin menunaikan ibadah haji atas permohonan gurunya yaitu Syekh Datuk Kahfi mereka berdua tinggal di rumah Syekh Bayanullah dan berguru padanya.
Syekh Bayanullah sendiri adalah adik dari Syekh Datuk Kahfi ulama di pondok Quro di Amparan Jati Caruban. Dalam hubungan kerabat ia masih kehitung family dengan Syekh Abdul Jalil atau lebih di kenal Syekh Lemah Abang, Karena ayah Syekh Bayanullah yaitu Syekh Datuk Ahmad Kakak kandung dari Syekh Lemah Abang yaitu Syekh Datuk Sholeh dan didalam naskah P.Wangsakerta pula mereka semua masih keturunan Ahlulbait Rasulullah.

Kitab Purwaka Caruban Nagari menceritakan bahwa Syekh Bayanullah pulang dari Mekah untuk menemui kakaknya di Amparan Jati maka ia mendapat gelar baru yaitu Syekh Datuk Mahuyun.Ketika di Caruban ia mensyiarkan agamanya dengan berdakwah keberbagai daerah disekitar Caruban yang ketika itu masyarakatnya masih banyak menganut agama Hindu-Budha.
Menurut P.Wangsakerta di Caruban Syekh Bayanullah berdakwah kedaerah Kuningan dan ia mendapat gelar Syekh Maulana Akbar dan membuka pengguron di daerah Kuningan yaitu di tempat yang sekarang menjadi desa Sidapurna yang ketika itu menjadi pusat pemerintahan daerah Kuningan. Disana ia menikah dengan kerabat kerajaan Pajajaran yaitu Nyi Wandansari, putri Surayana. Adapun Surayana adalah putra Prabu Dewa Niskala atau Ningrat Kencana (1475-1482) Raja Sunda yang berkedudukan di Kawali.
Dari pernikahan Syekh Bayanullah dengan Nyi Wandansari beputra Maulana Arifin, Setelah mengajarkan keagamaan di daerah Kuningan, ia juga mendirikan pengguron didaerah sampiran yang masih kekuasaan Caruban Girang sampai wafatnya. Sekarang kompleks makam Syekh Bayanullah berada di desa sampiran kecamatan Talun kabupaten Cirebon. Dan setiap mlam jum’at kliwon banyak peziarah datang dari bebagai daerah untuk mendoakan arwah ulama besar tersebutdan terkadang juga mencari barokahnya.



Daftar Pustaka :
1. Suluk Abdul Jalil “Perjalanan ruhani Syekh Siti Jenar buku 1”
Agus Sunyoto
LKIS
2. Purwaka Caruban Nagari
P.Arya Carbon 1720

3. Sejarah Kuningan “Dari masa prasejarah hingga terbentuknya Kabupaten”
Prof.Dr.Edi S.Ekadjati
Kiblat

4. Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Muatan Mistiknya
T.D.Sujana
Humaniora

01 Juli, 2009

Penyebaran Islam Sebelum Walisanga

Sayid Husen as-Sabti cucu Muhammad rasulullah mempunyai anak yang bernama Imam Jaenal Abidin. Jaenal Abidin kemudian mempunyai anak yang bernama Muhammad al-Baqir dan al Baqir mempuyai anak bernama Imam Japar Sidiq. Japar Sidiq mempuyai anak bernama Ali al-Uraidi yang kemudian menurunkan Sulaiman al-basri dan Muhammad al-Nagib atau Said Idris.
Sulaiman al-Basri yang berdiam diri di parsi mempunyai beberapa orang anak; seorang diantaranya adalah Abu Jaid al-Basri yang kemudian mempunyai anak Sayid Ahmad al-Baruni. Ahmad al-Baruni menurunkan Sayid Idris al-Malik dan Idris al-Malik mempunyai anak bernama Muhammad Makdum Sidiq. Makdum Sidiq mempunyai dua orang anak yaitu Seh Sayid Hibatullah dan Seh sayid Burhanuddin Ibrahim.
Setelah dewasa Hibatullah meninggalkan negaranya menuju suwarnabhumi yang penduduknya masih memeluk agama Budha. Dari suwarnabhumi ia pindah ke jawadwipa,tetapi kemudian kembali lagi bermukim di suwarnabhumi. Diantara anak cucunya ada yang kemudian bermukim di jawadwipa,suwarnabhumi,sanghiyang hujung,india,campa,dan di negara lain.

Seh Hibatullah mempunyai dua anak laki laki yaitu Seh Said Maimun dan Seh Muhammad Saleh. Seh Maimun mempunyai anak perempuan bernama Fatimah yang di peristri Sayid Abu Hasan seorang arab kaya yang sudah lama bermukim di jawadwipa bagian timur. Dari perkawinan itu lahir Seh Sayid Abdurrahman yang kemudian bermukiam di arab selatan dan anak-anak lainnya ada yang berdiam di jawadwipa,suwarnabhumi atau Gujarat. Anak Seh Abdurrahman ada beberapa orang diantaranya sarah yang di peristri Sayid Abdulmalik Yang melahirkan beberapa orang anak yang berdiam di jawadwipa juga. Fatimah meningggal dalam tahun 1082 dan dimahkamkan di jawadwipa.
Dalam pada itu Seh Muhammad Saleh adik Seh Maimun mula-mula pergi ke parsi,tetapi memilih berdiam di paseh (pasai),kerajaan yang baru berdiri di suwarnabhumi bagian utara. Ia kawin dengan Rokayah anak sultan Pasai Seh Sayid Burhanudin Ibrahim yang bergelar Sultan Malik Ibrahim makdum. Sultan Malik sebernanya berasal dari Gujarat (india) anak Seh Sayid makdum Sidik dari istri yang lain orang Parsi. Dengan demikian terdapat hubungan keluarga antara paseh dan jawa (timur).
Semua anak cucu Sayid Makdum Sidik menjadi ahli dan penyebar agama islam di daerah atau negara tempat mereka berdiam. Ada juga yang menjadi raja seperti Sultan Malik di Paseh itu.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa sekurang kurangnya pada masa awal penyebarannya agama islam disebar luaskan dengan jalur damai. Para penyebar yangberasal dari berbagai negara dan daerah itu, mencoba menyebarluaskan agama islam dengan berbagai cara damai. Mereka berdatangan dari Arab Selatan, Parsi, dan India dengan menggunakan perahu perahu besar. Sebagian mereka berlabuh dan kemudian bermukim di Suwarnabhumi sebagian lagi meneruskan ke Jawadwipa.
Ketika itu penduduk Nusantara umumnya beragama Hindu, Budha, atau masih memeluk kepercayaan asli mereka, yaitu pemujaan terhadap leluhur (piterpuja). Agama hindu baik dari aliran Wisnu maupun Siwa di peluk oleh penduduk Jawadwipa, sedangkan penduduk Swarnabhumi beragama Budha. Di tengah masyarakat yang Nampaknya kuat beragama demikian penyebaran agama Islam itu mulanya tidak berhasil hanya satu dua orang yang berniat beralih kepercayaan.
Para penyebar Islam itu pertama kali tiba ke Swarnabhumi dalam tahun 864 pada masa kerajaan Sriwijaya berada di puncak kejayaannya. Itulah sebabnya mereka tidak mendirikan negara di daerah yang mereka datangi. Merek a hanya bermukim dan mengajarkan agam islam kepada pendududk setempat. Proklamasi berdirinya kerajaan Paseh baru dilakukan lebih seabad kemudian. Tahun 989 She Burhannudin Ibrahim dari india dengan puluhan pengiring menjadi raja pertama kerajaan Paseh dan berkuasa selama 25 tahun(989-1004). Setelah meninggal ia digantikan oleh menantunya, She Muhammad Saleh yang memeritah selama 26 tahun (1014-40). Setelah itu raja yang berkuasa di Paseh yang besar itu pun silih berganti.
Keterangan yang secara singkat diuraikan itu terdapat dalam naskah Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara, terutama pada parwa 2 (Pustaka Rajyawarnana I Bhumi Nusantara sarga 3 dan 4 yang selesai di tulis (disusun) dalam tahun 1680.
Fatimah yang disebutkan dalam naskah itu pastilah sama dengan Fatimah binti Maimun yang namanya tertera pada nisan berangka tahun 1082 dan terletak di Leran gresik. Tahun pada nisan itu tepat sama dengan berita naskah. Angka tahun itu jelas berasal dari masa jauh sebelum Majapahit dank arenanya dapat di jadikan petunjuk bahwa benih-benih Islam sudah tersemai di jawa pada zaman Jenggala dan Kadiri. Bahkan mengingat Fatimah adalah cucu She Hibatullah yang di anggab penyebar agama Islam di Jawa Timur, dapat di duga bahwa penyemaian benih itu itu sudah mulai pada masa pemerintahan raja Erlangga (1019-42) padahal Muhammad Saleh sebelumnya bermukim dan (jadi penyebar agama Islam) di Jawa Timur. Bukan hal yang mustahil mengingat pada sejumlah prasastinya Erlangga menyebutkan perbagai orang asing yang ketika itu (sering) berada di negaranya terutama sebagai niagawan.
Mengingat pula dalam tahun 8521 seorang niagawan Arab benama Sulaiman sudah menuliskan “laporan perjalanannya” kewilah timur dan di antaranya menyebutkan maharaja Zabag yang berkuasa di Sribuza dan kalah (oleh para sarjana ditafsirkan Indonesia). Kedatangan penyebar Uslam tahun 846 ke Swarnabhumi karenanya bul\kan pula sesuatu yang mustahil.
Penyebaran Islam secara “besar-besaran” memang terjadi agak kemudian terutama pada masa hidup walisanga pada awal keruntuhan kerajaan Majapahit dan kemunculan kerajaan Demak (dan Cirebon) menjelang abad ke 15 dan awal abad 16. ***(Prof. Dr. Ayatrohaedi SUNDAKALA 2005)

22 Juni, 2009

Sejarah Cirebon

KISAH asal-usul Cirebon dapat ditemukan dalam historiografi tradisional yang ditulis dalam bentuk manuskrip (naskah) yang ditulis pada abad ke-18 dan ke-19. Naskah-naskah tersebut dapat dijadikan pegangan sementara sehingga sumber primer ditemukan.Diantara naskah-naskah yang memuat sejarah awal Cirebon adalah Carita Purwaka Caruban Nagari Babad Cirebon Sajarah Kasultanan Cirebon Babad Walangsungsang, dan lain-lain. Yang paling menarik adalah naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, ditulis pada tahun 1720 oleh Pangeran Aria Cirebon, Putera Sultan Kasepuhan yang pernah diangkat sebagai perantara para Bupati Priangan dengan VOC antara tahun 1706-1723.Dalam naskah itu pula disebutkan bahwa asal mula kata “Cirebon” adalah “sarumban”, lalu mengalami perubahan pengucapan menjadi “Caruban”. Kata ini mengalami proses perubahan lagi menjadi “Carbon”, berubah menjadi kata “Cerbon”, dan akhirnya menjadi kata “Cirebon”. Menurut sumber ini, para wali menyebut Carbon sebagai “Pusat Jagat”, negeri yang dianggap terletak ditengah-tengah Pulau Jawa. Masyarakat setempat menyebutnya “Negeri Gede”. Kata ini kemudian berubah pengucapannya menjadi “Garage” dan berproses lagi menjadi “Grage”.

Menurut P.S. Sulendraningrat, penanggung jawab sejarah Cirebon, munculnya istilah tersebut dikaitkan dengan pembuatan terasi yang dilakukan oleh Pangeran Cakrabumi alias Cakrabuana. Kata “Cirebon” berdasarkan kiratabasa dalam Bahasa Sunda berasal dari “Ci” artinya “air” dan “rebon” yaitu “udang kecil” sebagai bahan pembuat terasi. Perkiraan ini dihubungkan dengan kenyataan bahwa dari dahulu hingga sekarang, Cirebon merupakan penghasil udang dan terasi yang berkualitas baik.Berbagai sumber menyebutkan tentang asal-usul Sunan Gunung Jati, pendiri Kesultanan Cirebon. Dalam sumber lokal yang tergolong historiografi, disebutkan kisah tentang Ki Gedeng Sedhang Kasih, sebagai kepala Nagari Surantaka, bawahan Kerajaan Galuh. Ki Gedeng Sedhang Kasih, adik Raja Galuh, Prabu Anggalarang, memiliki puteri bernama Nyai Ambet Kasih. Puterinya ini dinikahkan dengan Raden Pamanah Rasa, putra Prabu Anggalarang.Karena Raden Pamanah Rasa memenangkan sayembara lalu menikahi puteri Ki Gedeng Tapa yang bernama Nyai Subanglarang, dari Nagari Singapura, tetangga Nagari Surantaka. Dari perkawinan tersebut lahirlah tiga orang anak, yaitu Raden Walangsungsang, Nyai Lara Santang dan Raja Sangara. Setelah ibunya meninggal, Raden Walangsungsang serta Nyai Lara Santang meninggalkan Keraton, dan tinggal di rumah Pendeta Budha, Ki Gedeng Danuwarsih.Puteri Ki Gedeng Danuwarsih yang bernama Nyai Indang Geulis dinikahi Raden Walangsungsang, serta berguru Agama Islam kepada Syekh Datuk Kahfi. Raden Walangsungsang diberi nama baru, yaitu Ki Samadullah, dan kelak sepulang dari tanah suci diganti nama menjadi Haji Abdullah Iman
Atas anjuran gurunya, Raden Walangsungsang membuka daerah baru yang diberi nama Tegal Alang-alang atau Kebon Pesisir. Daerah Tegal Alang-alang berkembang dan banyak didatangi orang Sunda, Jawa, Arab, dan Cina, sehingga disebutlah daerah ini “Caruban”, artinya campuran. Bukan hanya etnis yang bercampur, tapi agama juga bercampur.Atas saran gurunya, Raden Walangsungsang pergi ke Tanah Suci bersama adiknya, Nyai Lara Santang. Di Tanah Suci inilah, adiknya dinikahi Maulana Sultan Muhammad bergelar Syarif Abdullah keturunan Bani Hasyim putera Nurul Alim. Nyai Lara Santang berganti nama menjadi Syarifah Mudaim.Dari perkawinan ini, lahirlah Syarif Hidayatullah yang kelak menjadi Sunan Gunung Jati. Dilihat dari Genealogi, Syarif Hidayatullah yang nantinya menjadi salahseorang Wali Sanga, menduduki generasi ke-22 dari Nabi Muhammad.Sesudah adiknya kawin, Ki Samadullah atau Abdullah Iman pulang ke Jawa. Setibanya di tanah air, mendirikan Masjid Jalagrahan, dan membuat rumah besar yang nantinya menjadi Keraton Pakungwati. Setelah Ki Danusela meninggal Ki Samadullah diangkat menjadu Kuwu Caruban dan digelari Pangeran Cakrabuana. Pakuwuan ini ditingkatkan menjadi Nagari Caruban larang. Pangeran Cakrabuana mendapat gelar dari ayahandanya, Prabu Siliwangi, sebagai Sri Mangana, dan dianggap sebagai cara untuk melegitimasi kekuasaan Pangeran Cakrabuana.Setelah berguru di berbagai negara, kemudian berguru tiba di Jawa. Dengan persetujuan Sunan Ampel dan para wali lainnya disarankan untuk menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda. Syarif Hidayatullah pergi ke Caruban Larang dan bergabung dengan uwaknya, Pangeran Cakrabuana.Syarif Hidayatullah tiba di pelabuhan Muara Jati kemudian terus ke Desa Sembung-Pasambangan, dekat Amparan Jati, dan mengajar Agama Islam, menggatikan Syekh Datuk Kahfi Syekh Jati juga mengajar di dukuh Babadan. Di sana ia menemukan jodohnya dengan Nyai Babadan Puteri Ki Gedeng Babadan. Karena isterinya meninggal, Syekh Jati kemudian menikah lagi dengan Dewi Pakungwati,puteri Pangeran Cakrabuana, disamping menikahi Nyai Lara Bagdad, puteri sahabat Syekh Datuk Kahfi.Syekh Jati kemudian pergi ke Banten untuk mengajarkan agama Islam di sana. Ternyata Bupati Kawunganten yang keturunan Pajajaran sangat tertarik, sehingga masuk Islam dan memberikan adiknya untuk diperistri. Dari perkawinan dengan Nyai Kawunganten, lahirlah Pangeran Saba Kingkin, kelak dikenal sebagai Maulana Hasanuddin pendiri Kerajaan Banten. Sementara itu Pangeran Cakrabuana meminta Syekh Jati menggantikan kedudukannya dan Syarif Hidayatullah pun kembali ke Caruban. Di Cirebon ia dinobatkan sebagai kepala Nagari dan digelari Susuhunan Jati atau Sunan Jati atau Sunan Caruban atau Cerbon. Sejak tahun 1479 itulah, Caruban Larang dari sebuah nagari mulai dikembangkan sebagai Pusat Kesultanan dan namanya diganti menjadi Cerbon.Pada awal abad ke-16 Cirebon dikenal sebagai kota perdagangan terutama untuk komoditas beras dan hasil bumi yang diekspor ke Malaka. Seorang sejarawan Portugis, Joao de Barros dalam tulisannya yang berjudul Da Asia bercerita tentang hal tersebut. Sumber lainnya yang memberitakan Cirebon periode awal, adalah Medez Pinto yang pergi ke Banten untuk mengapalkan lada. Pada tahun 1596, rombongan pedagang Belanda dibawah pimpinan Cornellis de Houtman mendarat di Banten. Pada tahun yang sama orang Belanda pertama yang datang ke Cirebon melaporkan bahwa Cirebon pada waktu itu merupakan kota dagang yang relatif kuat yang sekelilingnya dibenteng dengan sebuah aliran sungai.Sejak awal berdirinya, batas-batas wilayah Kesultanan Cirebon termasuk bermasalah. Hal ini disebabkan, pelabuhan Kerajaan Sunda, yaitu Sundakalapa berhasil ditaklukan. Ketika Banten muncul sebagai Kesultanan yang berdaulat ditangan putra Susuhunan Jati, yaitu Maulana Hasanuddin, masalahnya timbul, apakah Sunda Kalapa termasuk kekuasaan Cirebon atau Banten? Bagi Kesultanan Banten, batas wilayah ini dibuat mudah saja, dan tidak pernah menimbulkan konflik. Hanya saja pada tahun 1679 dan 1681, Cirebon pernah mengklaim daerah Sumedang, Indramayu, Galuh, dan Sukapura yang saat itu dipengaruhi Banten, sebagai wilayah pengaruhnya.Pada masa Panembahan Ratu, perhatian lebih diarahkan kepada penguatan kehidupan keagamaan. Kedudukannya sebagai ulama, merupakan salah satu alasan Sultan Mataram agak segan untuk memasukkan Cirebon sebagai daerah taklukan. Wilayah Kesultanan Cirebon saat itu meliputi Indramayu, Majalengka, Kuningan, Kabupaten dan Kotamadya Cirebon sekarang. Ketika Panembahan Ratu wafat, tahun 1649 ia digantikan oleh cucunya Panembahan Girilaya atau Panembahan Ratu II. Dari perkawinannya dengan puteri Sunan Tegalwangi,Panembahan Girilaya memiliki 3 anak, yaitu Pangeran Martawijaya,Pangeran Kertawijaya, dan Pangeran Wangsakerta. Sejak tahun 1678, di bawah perlindungan Banten, Kesultanan Cirebon terbagi tiga, yaitu pertama Kesultanan Kasepuhan, dirajai Pangeran Martawijaya, atau dikenal dengan Sultan Sepuh I. Kedua Kesultanan Kanoman, yang dikepalai oleh Pangeran Kertawijaya dikenal dengan Sultan Anom I dan ketiga Panembahan yang dikepalai Pangeran Wangsakerta atau Panembahan Cirebon I.Kota Cirebon tumbuh perlahan-lahan. Pada tahun 1800 Residen Waterloo mencoba membuat pipa saluran air yang mengalir dari Linggajati, tetapi akhirnya terbengkalai. Pada tahun 1858, di Cirebon terdapat 5 buah toko eceran dua perusahaan dagang. Pada tahun 1865, tercatat ekspor gula sejumlah 200.000 pikulan (kuintal), dan pada tahun 1868 3 perusahaan Batavia yang bergerak di bidang perdagangan gula membuka cabangnya di Cirebon. Pada tahun 1877, di sana sudah berdiri pabrik es, dan pipa air minum yang menghubungkan sumur-sumur artesis dengan perumahan dibangun pada tahun 1877. Pada awal abad ke-20, Cirebon merupakan salahsatu dari lima kota pelabuhan terbesar di Hindia Belanda, dengan jumlah penduduk 23.500 orang. Produk utamanya adalah beras, ikan, tembakau dan gula.***(Nina H. Lubis (ed.), Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat, 2000.)

20 Juni, 2009

Sholawat atas Nabi SAW

Tulisan ini berasal dari Guru Yang Mulia Allahyarham KH. Rahmat Abdullah, mudah-mudahan bermanfaat:
Apa yang Tuan pikirkan tentang seorang laki-laki berperangai amat mulia, yang lahir dan dibesarkan di celah-celah kematian demi kematian orang-orang yang amat mengasihinya? Lahir dari rahim sejarah, ketika tak ada seorangpun mampu mengguratkan kepribadian selain kepribadiannya sendiri. Ia produk ta'dib Rabbani (didikan Tuhan) yang menantang mentari dalam panasnya dan menggetarkan jutaan bibir dengan sebutan namanya, saat muaddzin mengumandangkan adzan.
Di rumahnya tak dijumpai perabot mahal. Ia makan di lantai seperti budak, padahal raja raja dunia iri terhadap kekokohan struktrur masyarakat dan kesetiaan pengikutnya. Tak seorang pembantunya pun mengeluh pernah dipukul atau dikejutkan oleh pukulannya terhadap benda-benda di rumah. Dalam kesibukannya ia masih bertandang ke rumah puteri dan menantu tercintanya, Fathimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib.

Fathimah merasakan kasih sayangnya tanpa membuatnya menjadi manja dan hilang kemandirian. Saat bani Makhzum memintanya membatalkan eksekusi atas jenayah seorang perempuan bangsawan, ia menegaskan: "Sesungguhnya yang membuat binasa orang-orang sebelum kamu ialah, apabila seorang bangsawan mencuri kamu biarkan dia dan apabila yang mencuri itu rakyat jelata mereka tegakkan hukum atas-nya. Demi Allah, seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, maka Muhammad tetap akan memotong tangannya."
Hari-harinya penuh kerja dan intaian bahaya. Tapi tak menghalanginya untuk -- lebih dari satu dua kali -- berlomba jalan dengan Humaira, sebutan kesayangan yang ia berikan untuk Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Lambang kecintaan, paduan kecerdasan dan pesona diri dijalin dengan hormat dan kasih kepada Ash-Shiddiq, sesuai dengan namanya "si Benar". Suatu kewajaran yang menakjubkan ketika dalam sibuknya ia masih menyempatkan memerah susu domba atau menambal pakaian yang koyak. Setiap kali para shahabat atau keluarganya memanggil ia menjawab: "Labbaik". Dialah yang terbaik dengan prestasi besar di luar rumah, namun tetap prima dalam status dan kualitasnya sebagai "orang rumah".
Di bawah pimpinannya, laki-laki menemukan jati dirinya sebagai laki-laki dan pada saat yang sama perempuan mendapatkan kedudukan amat mulia."Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik terhadap keluarganya dan akulah orang yang terbaik diantara kamu terhadap keluargaku." "Tak akan memuliakan perempuan kecuali seorang mulia dan tak akan menghina perempuan kecuali seorang hina," demikian pesannya.
Di sela 27 kali pertempuran yang digelutinya langsung (ghazwah) atau di panglimai shahabatnya sariyah) sebanyak 35 kali, ia masih sempat mengajar Al-Qur'an, sunnah, hukum, peradilan, kepemimpinan, menerima delegasi asing, mendidik kerumahtanggaan bahkan hubungan yang paling khusus dalam keluarga tanpa kehilangan adab dan wibawa.
Padahal, masa antara dua pertempuran itu tak lebih dari 1,7 bulan. Setiap kisah yang dicatat dalam hari-harinya selalu bernilai sejarah. Suatu hari datanglah ke masjid seorang Arab gunung yang belum mengerti adab di masjid. Tiba-tiba ia kencing di lantai masjid yang berbahan pasir. Para shahabat sangat murka dan hampir saja memukulnya. Sabdanya kepada mereka: "Jangan. Biarkan ia menyelesaikan hajatnya." Sang Badui terkagum. Ia mengangkat tangannya, "Ya Allah, kasihilah aku dan Muhammad. Jangan kasihi seorangpun bersama kami." Dengan senyum ditegurnya Badui tadi agar jangan mempersempit rahmat Allah.
Ia kerap bercengkerama dengan para shahabatnya, bergaul dekat, bermain dengan anak anak, bahkan memangku balita mereka di pangkuannya. Ia terima undangan mereka;
yang merdeka, budak laki-laki atau budak perempuan, serta kamu miskin. Ia jenguk
rakyat yang sakit di ujung Madinah. Ia terima permohonan ma'af orang.
Ia selalu lebih dulu memulai salam dan menjabat tangan siapa yang menjumpainya dan tak pernah menarik tangan itu sebelum shahabat tersebut yang menariknya. Tak pernah menjulurkan kaki di tengah shahabatnya hingga menyempitkan ruang bagi mereka. Ia muliakan siapa yang datang, kadang dengan membentangkan bajunya. Bahkan ia berikan alas duduknya dan dengan sungguh-sungguh. Ia panggil mereka dengan nama yang paling mereka sukai. Ia beri mereka kuniyah (sebutan bapak atau ibu si Fulan). Tak pernah ia memotong pembicaraan orang, kecuali sudah berlebihan. Apabila seseorang mendekatinya saat ia sholat, ia cepat selesaikan sholatnya dan segera bertanya apa yang diinginkan orang itu.
Pada suatu hari dalam perkemahan tempur ia berkata: "Seandainya ada seorang shalih mau mengawalku malam ini." Dengan kesadaran dan cinta, beberapa shahabat mengawal kemahnya. Di tengah malam terdengar suara gaduh yang mencurigakan. Para shahabat bergegas ke arah sumber suara. Ternyata Ia telah ada di sana mendahului mereka, tagak di atas kuda tanpa pelana. "Tenang, hanya angin gurun," hiburnya. Nyatalah bahwa keinginan ada pengawal itu bukan karena ketakutan atau pemanjaan diri, tetapi pendidikan disiplin dan loyalitas.
Ummul Mukminin Aisyah Ra. Berkata : "Rasulullah SAW wafat tanpa meninggalkan makanan apapun yang dimakan makhluk hidup, selain setengah ikat gandum di penyimpananku. Saat ruhnya dijemput, baju besinya masih digadaikan kepada seorang Yahudi untuk harga 30 gantang gandum."
Sungguh ia berangkat haji dengan kendaraan yang sangat seerhana dan pakaian tak lebih dari 4 dirham, seraya berkata,"Ya Allah, jadikanlah ini haji yang tak mengandung riya dan sum'ah." Pada kemenangan besar saat Makkah ditaklukkan, dengan sejumlah besar pasukan muslimin, ia menundukkan kepala, nyaris menyentuh punggung untanya sambil selalu mengulang-ulang tasbih, tahmid dan istighfar. Ia tidak mabuk kemenangan.
Betapapun sulitnya mencari batas bentangan samudera kemuliaan ini, namun beberapa kalimat ini membuat kita pantas menyesal tidak mencintainya atau tak menggerakkan bibir mengucapkan shalawat atasnya: "Semua nabi mendapatkan hak untuk mengangkat do'a yang takkan ditolak dan aku menyimpannya untuk ummatku kelak di padang Mahsyar nanti."
Ketika masyarakat Thaif menolak dan menghinakannya, malaikat penjaga bukit menawarkan untuk menghimpit mereka dengan bukit. Ia menolak, "Kalau tidak mereka, aku berharap keturunan dari sulbi mereka kelak akan menerima da'wah ini, mengabdi kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun."
Mungkin dua kata kunci ini menjadi gambaran kebesaran juwanya. Pertama, Allah, Sumber kekuatan yang Maha dahsyat, kepada-Nya ia begitu refleks menumpahkan semua keluhannya. Ini membuatnya amat tabah menerima segala resiko perjuangan; kerabat yang menjauh, shahabat yang membenci, dan khalayak yang mengusirnya dari negeri tercinta. Kedua, Ummati, hamparan akal, nafsu dan perilaku yang menantang untuk dibongkar, dipasang, diperbaiki, ditingkatkan dan diukirnya.
Ya, Ummati, tak cukupkah semua keutamaan ini menggetarkan hatimu dengan cinta, menggerakkan tubuhmu dengan sunnah dan uswah serta mulutmu dengan ucapan shalawat? Allah tidak mencukupkan pernyataan-Nya bahwa Ia dan para malaikat bershalawat atasnya (QS 33:56 ), justru Ia nyatakan dengan begitu "vulgar" perintah tersebut, "Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah atasnya dan bersalamlah dengan sebenar-benar salam."
Allahumma shalli 'alaihi wa'ala aalih !

Agus Kurniawan
Pencinta Rasulullah SAW

19 Juni, 2009

Khusyuk "Mikraj Ruhani Wali Allah"

Allah yang Mahakuasa menetapkan serangkaian tindak kebaktian kepada manusia untuk memudahkannya melayang menuju ke hariban-Nya dan mendapatkan makrifah akan kehadiran-Nya yang Mahaagung. Didalam terdapat kebahagiaan sejati manusia. Untuk memahami hakikat ini seseorang tidak dituntut untuk menyelidiki bukti-bukti intelektual. Fitrah manusia itu sendiri merupakan suatu bukti akan realitas ini:manusia secara fitri berkeinginan nemperoleh kesempurnaan yang tidak terbatas yang hanya ada pada Penciptanya.

Apa bila fitrahnya tidak terhalangi oleh kesalahn-kasalahannya, keinginan untuk memperoleh kesempurnaan tidak pernah berhenti dan pesuluk harus melanjutkan perjalanannya menuju Sang Kekasih Abadi. Allah yang Mahatinggi menciptakan manusia dalam suatu cara yang ia inginkan dan mampu terbang mendaki selamanya sehingga meraih tingkat kesempurnaan yang terbatas. Tujuannya adalah Yng Maha Tak Terbatas. Kenyataan dari Yang Tak Terbatas itu tiada lain adalah Allah.

Dan, sholat dalam Islam merupakan sarana efektif untuk menerbangkan manusia menuju Hadirat-Nya Yang Suci. Setidaknya ini tertulis dalam riwayat yang berbunyi. "Sholat adalah miraj bagi orang-orang beriman"

Setetes embun

"Aku dapati seluruh ilmu manusia terletak pada empat hal:
Pertama, hendaknya engkau mengenal Tuhanmu
Kedua, hendaknya engkau mengetahui apa yang telah diperbuat-Nya terhadapmu
Ketiga, hendaknya engkau mengetahui apa yang diinginkan-Nya darimu
Keempat, hendaknya engkau mengetahui apa yang dapat mengeluarkanmu dari agamamu."

Imam Ja'far al-Shodiq