01 Juli, 2009

Penyebaran Islam Sebelum Walisanga

Sayid Husen as-Sabti cucu Muhammad rasulullah mempunyai anak yang bernama Imam Jaenal Abidin. Jaenal Abidin kemudian mempunyai anak yang bernama Muhammad al-Baqir dan al Baqir mempuyai anak bernama Imam Japar Sidiq. Japar Sidiq mempuyai anak bernama Ali al-Uraidi yang kemudian menurunkan Sulaiman al-basri dan Muhammad al-Nagib atau Said Idris.
Sulaiman al-Basri yang berdiam diri di parsi mempunyai beberapa orang anak; seorang diantaranya adalah Abu Jaid al-Basri yang kemudian mempunyai anak Sayid Ahmad al-Baruni. Ahmad al-Baruni menurunkan Sayid Idris al-Malik dan Idris al-Malik mempunyai anak bernama Muhammad Makdum Sidiq. Makdum Sidiq mempunyai dua orang anak yaitu Seh Sayid Hibatullah dan Seh sayid Burhanuddin Ibrahim.
Setelah dewasa Hibatullah meninggalkan negaranya menuju suwarnabhumi yang penduduknya masih memeluk agama Budha. Dari suwarnabhumi ia pindah ke jawadwipa,tetapi kemudian kembali lagi bermukim di suwarnabhumi. Diantara anak cucunya ada yang kemudian bermukim di jawadwipa,suwarnabhumi,sanghiyang hujung,india,campa,dan di negara lain.

Seh Hibatullah mempunyai dua anak laki laki yaitu Seh Said Maimun dan Seh Muhammad Saleh. Seh Maimun mempunyai anak perempuan bernama Fatimah yang di peristri Sayid Abu Hasan seorang arab kaya yang sudah lama bermukim di jawadwipa bagian timur. Dari perkawinan itu lahir Seh Sayid Abdurrahman yang kemudian bermukiam di arab selatan dan anak-anak lainnya ada yang berdiam di jawadwipa,suwarnabhumi atau Gujarat. Anak Seh Abdurrahman ada beberapa orang diantaranya sarah yang di peristri Sayid Abdulmalik Yang melahirkan beberapa orang anak yang berdiam di jawadwipa juga. Fatimah meningggal dalam tahun 1082 dan dimahkamkan di jawadwipa.
Dalam pada itu Seh Muhammad Saleh adik Seh Maimun mula-mula pergi ke parsi,tetapi memilih berdiam di paseh (pasai),kerajaan yang baru berdiri di suwarnabhumi bagian utara. Ia kawin dengan Rokayah anak sultan Pasai Seh Sayid Burhanudin Ibrahim yang bergelar Sultan Malik Ibrahim makdum. Sultan Malik sebernanya berasal dari Gujarat (india) anak Seh Sayid makdum Sidik dari istri yang lain orang Parsi. Dengan demikian terdapat hubungan keluarga antara paseh dan jawa (timur).
Semua anak cucu Sayid Makdum Sidik menjadi ahli dan penyebar agama islam di daerah atau negara tempat mereka berdiam. Ada juga yang menjadi raja seperti Sultan Malik di Paseh itu.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa sekurang kurangnya pada masa awal penyebarannya agama islam disebar luaskan dengan jalur damai. Para penyebar yangberasal dari berbagai negara dan daerah itu, mencoba menyebarluaskan agama islam dengan berbagai cara damai. Mereka berdatangan dari Arab Selatan, Parsi, dan India dengan menggunakan perahu perahu besar. Sebagian mereka berlabuh dan kemudian bermukim di Suwarnabhumi sebagian lagi meneruskan ke Jawadwipa.
Ketika itu penduduk Nusantara umumnya beragama Hindu, Budha, atau masih memeluk kepercayaan asli mereka, yaitu pemujaan terhadap leluhur (piterpuja). Agama hindu baik dari aliran Wisnu maupun Siwa di peluk oleh penduduk Jawadwipa, sedangkan penduduk Swarnabhumi beragama Budha. Di tengah masyarakat yang Nampaknya kuat beragama demikian penyebaran agama Islam itu mulanya tidak berhasil hanya satu dua orang yang berniat beralih kepercayaan.
Para penyebar Islam itu pertama kali tiba ke Swarnabhumi dalam tahun 864 pada masa kerajaan Sriwijaya berada di puncak kejayaannya. Itulah sebabnya mereka tidak mendirikan negara di daerah yang mereka datangi. Merek a hanya bermukim dan mengajarkan agam islam kepada pendududk setempat. Proklamasi berdirinya kerajaan Paseh baru dilakukan lebih seabad kemudian. Tahun 989 She Burhannudin Ibrahim dari india dengan puluhan pengiring menjadi raja pertama kerajaan Paseh dan berkuasa selama 25 tahun(989-1004). Setelah meninggal ia digantikan oleh menantunya, She Muhammad Saleh yang memeritah selama 26 tahun (1014-40). Setelah itu raja yang berkuasa di Paseh yang besar itu pun silih berganti.
Keterangan yang secara singkat diuraikan itu terdapat dalam naskah Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara, terutama pada parwa 2 (Pustaka Rajyawarnana I Bhumi Nusantara sarga 3 dan 4 yang selesai di tulis (disusun) dalam tahun 1680.
Fatimah yang disebutkan dalam naskah itu pastilah sama dengan Fatimah binti Maimun yang namanya tertera pada nisan berangka tahun 1082 dan terletak di Leran gresik. Tahun pada nisan itu tepat sama dengan berita naskah. Angka tahun itu jelas berasal dari masa jauh sebelum Majapahit dank arenanya dapat di jadikan petunjuk bahwa benih-benih Islam sudah tersemai di jawa pada zaman Jenggala dan Kadiri. Bahkan mengingat Fatimah adalah cucu She Hibatullah yang di anggab penyebar agama Islam di Jawa Timur, dapat di duga bahwa penyemaian benih itu itu sudah mulai pada masa pemerintahan raja Erlangga (1019-42) padahal Muhammad Saleh sebelumnya bermukim dan (jadi penyebar agama Islam) di Jawa Timur. Bukan hal yang mustahil mengingat pada sejumlah prasastinya Erlangga menyebutkan perbagai orang asing yang ketika itu (sering) berada di negaranya terutama sebagai niagawan.
Mengingat pula dalam tahun 8521 seorang niagawan Arab benama Sulaiman sudah menuliskan “laporan perjalanannya” kewilah timur dan di antaranya menyebutkan maharaja Zabag yang berkuasa di Sribuza dan kalah (oleh para sarjana ditafsirkan Indonesia). Kedatangan penyebar Uslam tahun 846 ke Swarnabhumi karenanya bul\kan pula sesuatu yang mustahil.
Penyebaran Islam secara “besar-besaran” memang terjadi agak kemudian terutama pada masa hidup walisanga pada awal keruntuhan kerajaan Majapahit dan kemunculan kerajaan Demak (dan Cirebon) menjelang abad ke 15 dan awal abad 16. ***(Prof. Dr. Ayatrohaedi SUNDAKALA 2005)

Tidak ada komentar: