16 Juli, 2010

Sang Sejarawan

Pangeran Wangsakerta dari Cirebon mungkin merupakan orang Indonesia yang pertama kali berusaha menyusun sejarah bangsanya selengkap mung kin. Untuk keperluan penyusunan “buku induk” sejarah itu, ia melaku kan hal-hal positif yang bahkan menurut penilaian orang Indonesia se karang masih terlalu “ilmiah” sehingga diragukan (Ayotrohaedi 1981). Apalagi karena secara kebetulan usaha untuk lebih memperkenalkannya baru dilakukan setelah muncul ihwal pemalsuan catatan harian Adolf Hitler di Jerman. Apakah naskah yang disusun Pangeran Wangsakerta dan kawan-kawannya, juga hanya karya orang iseng setelah tahun 1950? Usaha memperkenalkan karyanya, walaupun sedikit demi sedikit, sudah dilakukan sejak tahun 1981 yang lalu (Ayatrohaedi 1981, 1981a, 1983, 1983a, 1983b, 1983c, 1983d, 1983e, 1983f, 1983g, 1984, 1984a, 1984b; Yoseph Iskandar 1983, Saleh Danasasmita 1982) sedemikian jauh, jus tru usaha untuk memperkenalkan sang sejarawan sendiri belum pernah dilakukan.

08 Juli, 2010

Budaya Pesisir Utara Jawa Barat

Kebudayaan Cirebon & Indramayu

Letaknya yang secara geokultur berada di perlintasan dua kebudayaan besar membuat masyarakat di Cirebon, Indramayu, dan (sebagian) Majalengka (Ciayumaja) memiliki dua bahasa ibu. Perjalanan sejarahnya yang panjang kemudian membentuk peta kebudayaan yang mencerminkan adanya tarik-menarik pengaruh di antara dua kebudayaan besar tadi.

Yang dimaksud dua kebudayaan besar itu ialah Sunda di sebelah barat dan selatan, serta Jawa di sebelah timur dan utara. Pengaruh Sunda, dalam sejarahnya lebih bersifat politis karena Cirebon (Ciayumaja) dijadikan sebagai bagian dari wilayah kekuasaan (geopolitik) kerajaan-kerajaan Buddha-Hindu Kuno seperti Galuh, Pajajaran, dan Sumedang Larang.

30 Juni, 2010

Cirebon Peteng

LANGKAHNYA tertatih perlahan. Dari ruang tengah menuju ruang tamu rumahnya yang sangat sederhana, seorang menusa Cerbon, Kartani ( 72 tahun), melangkahkan kakinya dan harus dibantu tongkat yang dikempit di tangan kirinya. Sosok sepuh yang bersahaja ini, tampak "kerasan" tinggal di sebuah perkampungan padat di Desa Mertasinga, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon.

Tokoh penting yang sangat fasih bertutur tentang sejarah Cirebon ini lahir di Desa Bojongwetan Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon, tepat 16 Nopember 1938. Meski guratan wajahnya tengah menahan rasa sakit, tetapi senyumnya tersungging. Tubuhnya tak terlihat ringkih dan masih tampak gempal. Hanya kedua kakinya mulai membengkak. Lantaran sakit itu pula Kartani lagi bisa lagi gojag-gajig, bersilaturahmi atau berdongeng tentang sejarah Cerbon ke masjid-masjid atau desa-desa.